Surat
Kecil Untuk Lamaranku
Sudah berkali kau pergi
Sudah habis waktu ku menunggu
Namun kau tetaplah daun talas
Yang selalu menolak belaian gemercik air hujan
Tapi dasar aku hanyalah embun pagi yang jatuh hati pada daun talas
Tak peduli ia akan di hempaskan kebumi hingga lenyap
di telan gersang
Di akhir keberadaanku
Bibirku tersenyum
Namun mataku banjir melihat daun itu menari di terpa
angin
Waktu semakin mendekat
Namun kau semakin menjauh
Entah bila waktu tiba
Apakah sabarku akan tetap tak mampu merubah hati
yang membatu
Atukah linangan air mata doaku akan menjawabnya
Hingga kau tak akan pernah melepasku
Mungkin jiwa ini sudah berpaling
Tapi kepingan hati yang kau hancurkan
Masih tertulis namamu
Sekali saja kau bilang “hai”
Semua kembali utuh
11 Januari 2013
Rupawan
Mencintai karena indahnya rupa tak akan mampu
menembus masa
Namaun masa juga tak mampu bersama bosan
Oh indahanya rupa mainan mata
Sejenak membuat senyumku terbuka
Namun sesaat air mataku mulai tertumpa
Setelah tahu indahnya rupa
Jadi senjata ampuh penguras harta
Bahkan pencincang hati yang lugu tak berdosa
Senyum molek berterbangan di mana-mana
Menggoda iman dan membuat gelap mata
Lupa anak istri titipan yang kuasa
Coba kamu lirik di sana
wajah bersinar berbalut kain sutra
lembar kunig di dekap didada
bukan uang yang ada di mata
tapi kitab-kitab klasik yang selalu di baca
otak cendekiawan boleh saja
namun harus bisa tentramkan jiwa
oh bunga-bunga taman surga
moleh dan indah di hamparan telaga amiki tercinta
jadi pelebur lara bila berjumpa
harapan bisa bersama dalam rekening doa
12-01-2013
Maafkan
Terlalu
banyak hati tidak berdosa besimpuh dihadapanku
Berharap
ku medekapnya namun tanpa sadar aku telah meremasnya
Sampai
berlumur derai air mata darah
Hatikupun
miris melihatnya
Namun
terkadang pilihan harus memaksa
Demi
menyembuhkan luka yang ku derita
Mecari
bebunga yang bisa tumbuh di hatiku
Aku
terima tatapan sinis serta cibiran ribuan mata
Haruskah
menambah luka di hati yang lain tuk sekedar temukan bunga yang lagi bermekaran
Kenapa
hati yang berlutut di hadapanku terasa hambar tanpa setetes rasa
Haruskah
aku kembali ke hati yang dulu telah menghembaskan kembali gelombang cintaku
Kembali
pada sosok yang menendang ciut nyaliku
Pada
gadis yang telah menginjak harga diriku
Dia
telah membuatku tak temukan arah terlunta-lunta dalam kata cinta
Jikapun
takdir telah datang
Pasti
aku tanyakan kembali ...
Ini
nyata apa mimpi..
Serdadu
Air Mata
Dari
serambi aku melihat janur menari dengan pasrah mengikuti irama angin
Seperti
asmaraku yang tak temukan arah pasrah pada takdir
Gerimis
menyerbu tanah gerasangku di senja ini
Seperti
air mataku yang menghujani kegersangan kabulbuku yang letih
Mulai
sejak itu aku berfikir tentang laron-laron yang berputar-putar di permainkan cahaya
lampu dengan terpaksa ia harus rela lepaskan sayapnya
Seperti hati ini yang mencari terang pada pelitaku,
terang namun cukup untuk membakar semua yang ada.